GAGASAN BARU DALAM WAJAH HUKUM HUKUM DI INDONSEIA
(OMIBUS LAW)
Peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu elemen terpenting dalam konsep negara hukum demokrasi
modern. Sebagai salah satu su-sistem dari negara hukum demokratis, peraturan perundang-udangan
dicitrakan dapat melingkupi dan menjawab semua permasalahan-permasalahan
kebangsaan yang berkaitan dengan kepentingan politis partai politik dan
politisi Lembaga perwakilan. Terlepas dari esesi dari peraturan
perundang-undangan itu sendiri, idealitas tersebut jauh dari realitas,
alih-alih memberi esesni kepastian hukum (legal certainty) bagi
masyrakat, peraturan perundang-undnagan di Indonesia kerap memberi ketidak
pastian hukum (legal uncertainty), karena banykanya tumpang tindih
peraturan, baik dalam tingkat hierarki yang sama atau dengan peraturan
dibawahnya.
Untuk menjawab probelamtika
permasalahan yang ada tersebut, dapat dilakukan upaya harmonisasi peraturan
perundang-undangan. Namun upaya tersebut dirasa belum mampu menjawab problem yang
ada. Salah satu trobosan baru yang digadang-gandang akan di terapkan oleh
Pemerintah Indonesia adalah konsep Omnibus Law.
Secara harfiah omnibus
berarti “untuk segalanya”. Omnibus law adalah suatu rancangan
undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu sapek yang digabung
menjadi satu undang-undang. Sementara dalam Black Law Dictionary disebutkan “A
single bill containing various distinct matters. Drafted in this way to force
the executive either to accept all the unrelated minor provisions or to veto
the major provision. Omnibus bill is also a bill that deals with all proposals
relating to a particular subject, such as an‘omnibus judgeship bill’covering
allproposals for new judgeship or an‘omnibus crime bill’dealing with different
subjects such as new crimes and grants to states for crime control”.
Dalam konteks sejarah dan
tradisi hukum common law, omnibus law dapat ditafsirkan sebagai
iktisar reformasi perundang-undangan untuk merubah, menolak dan kemudian
memunculkan norma hukum baru yang bertujuan untuk menegaskan norma-norma hukum
sebelumnya dalam beberapa UU hanya lewat satu UU. Omnibus law dapat
dianggap sebagai UU ‘sapu jagat’ yang dapat digunakan untuk mengganti beberapa
norma hukum dalam beberapa UU. Praktek omnibus law pernah dilakukan oleh
irlandia untuk melakukan perampingan peraturan perundangan yang dilakukan hanya
lewat satu UU omnibus mengahapus sekitar
3, 225 UU. Capaian Irlandia dianggap sebagai rekor dunia prakek omnibus law. Konsep Omnibus Law yang
diterapkan di beberapa negara seperti amerika serikat, belgia, inggris, Canada,
turkey, New Zealand, Australia, argentina, Belgium, chile, Estonia, finlad, Philippines
dan masing banyak lagi. Dimana pada negara tersebut penerapan dari konsep
omnibus law berbeda-beda pada pengimplikasiannya, dalam artian disini adalah
menegai UU-nya.Terhadap konsep omnibus law
memiliki beberapa keuntungan, yaitu, 1) pemerintah dan parlement tidak perlu
merevisi undang-undang satu persatu, 2) skema omnibus law juga
menciptakan efisinesi dan efektivitas, 3) skema ini berfungsi sebagai paying
hukum (umbrella act). Namun dalam perkembangannya, praktek omnibus law
dikritik seagai mekanisme hukum yang pragmatis dengan beberapa alasan sebagai
berikut: Pertama, omnibus law mengganti dan merubah norma beberapa UU
yang memiliki inisiatif politik yang berbeda. Dalam konsteks sistem parlementer
yang paling sering digunakan oleh negara-negara common law, rancangan UU
dapat disampaikan oleh partai-partau mayoritas/atau oleh partai oposisi.
Konteks sistem pemerintahan inilah yang perlu dipertimbangkan, walaupun
beberapa negara common law juga ada yang memilih bentuk negara republik
dan sistem pemerintahan presidensil; dimana baik eksekutif (Presiden) maupun
badan legislatif dapat mengajukan rancangan UU. Dengan dikeluarkannya UU omnibus,
parlemen atau Lembaga legislatif tidak peka terhadap kompelsitas kepentingan
dan aspirasi fraksi-fraksi yang telah menyusun dan mengkompromikan
kepentingan-kepentingan dalam UU yang telah dihapus oleh UU omnibus.
Oleh karena itu, omnibus law dianggap tidak demkoratis. Kedua, omnibus
law dianggap tidak disusun secara sistematik karena dalam satu UU omnibus
terdapat banyak subyek yang diatur. Beberapa negara yang disebut diatas juga
mulai mengatur pentingnya UU yang hanya mengatur subyek dalam pembahasannya. Di
amerika serikat sendiri, konstitusi negara-negara bagiannya sudah banyak yang
mengatur tentang subyek dalam satu UU (The one subject at a time act).
Dalam konteks Indonesia, sebenarnya konsep omnibus law juga pernah
dipraktekan namun bukan dalam bentuk UU, melainkan dalam bentuk Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor 1/2003 yang mengatur banyak subyek norma
hukum TAP MPR. Setidaknya ada 139 TAP MPR yang dicabut oleh TAP MPR No 1 Tahun
2003 dari periode tahun 1960 sampai dengan 2002. Namun perlu ditekankan
perbedaan TAP MPR ‘Sapu Jagat’ dengan omnibus law, TAP MPR tersebut
tidak memuat norma baru, hanya semata-mata menghapus dan memberi pertimbangan
terhadap subsatansi TAP yang diatur.
Terlepas dari apa yang telah diuraikan
diatas sebelumnya, dengan mengingat akan sejarah dari omnibus law yang sering
digunakan oleh negara-negara yang menganut system common law, maka
apakah terhadap konsep omnibus law ini dapat diterapkan dalam system
hukum Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini sebenarnya bisa-bisa saja karena
dengan konsep tersebut dapat menjadi jawaban atas persoalan kompleksitas dan
tumpeng tindih regulasi di indonesia, selain itu asal konsep tersebut dibuat
secara jelas dan taat terhadap herarki aturan, serta menjamin kepastian hukum.
Sebagaimana diketahui hukum selalu berkembang, oleh sebab itu terhadap
paradigma sistem hukum di Indonesia pun juga berkembang dan tentunya
perkembangan yang ada pun harus menuju arah yang lebih baik sebagaimana fungsi dari hukum itu
sendiri, begitupun dengan adanya konsep omnibus law, jika memang akan
diterapkan maka harus dikaji secara mendalam agar mampu tercipta hukum yang
baik.
Sumber :
Jurnal
Mirza Satria Buana, SH., MH.,
Ph.D, Menakar Konsep Omnibus Law Dan Consolidation Law Untuk Harmonisasi
Peraturan Perundang-Undangan Indonesia: Pendekatan Perbandingan Hukum Tata
Negara, “Prosiding Konferensi Nasional hukum tata negara ke 4 “penataan
regulasi di Indonesia”, UPT PENERBITAN UNEJ, 2017.
Firman Freaddy Busroh,
Konseptualisasi Omnibus Law dalam Menyelesaikan Permasalahan Regulasi
Pertanahan, Arena Hukum Volume 10 Nomor 2, STIHPADA Palembang, 2017.
Artikel
Yustinus Prastowo, Mujarabkah
Omnibus Law sebagai Obat Lesu Ekonomi, Regulaion Tax Discussion,
CITA (Center for Indonesia Taxation Analysis), 2019.