Laporan Kemajuan PKM-M

GAGASAN BARU DALAM WAJAH HUKUM HUKUM DI INDONSEIA (OMIBUS LAW: Oleh Ahmad Husni Ubaidillah)

GAGASAN BARU DALAM WAJAH HUKUM HUKUM DI INDONSEIA ( OMIBUS LAW )               Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu ele...

Rabu, 27 November 2019

GAGASAN BARU DALAM WAJAH HUKUM HUKUM DI INDONSEIA (OMIBUS LAW: Oleh Ahmad Husni Ubaidillah)


GAGASAN BARU DALAM WAJAH HUKUM HUKUM DI INDONSEIA
(OMIBUS LAW)

              Peraturan perundang-undangan merupakan salah satu elemen terpenting dalam konsep negara hukum demokrasi modern. Sebagai salah satu su-sistem dari negara hukum demokratis, peraturan perundang-udangan dicitrakan dapat melingkupi dan menjawab semua permasalahan-permasalahan kebangsaan yang berkaitan dengan kepentingan politis partai politik dan politisi Lembaga perwakilan. Terlepas dari esesi dari peraturan perundang-undangan itu sendiri, idealitas tersebut jauh dari realitas, alih-alih memberi esesni kepastian hukum (legal certainty) bagi masyrakat, peraturan perundang-undnagan di Indonesia kerap memberi ketidak pastian hukum (legal uncertainty), karena banykanya tumpang tindih peraturan, baik dalam tingkat hierarki yang sama atau dengan peraturan dibawahnya.
         Untuk menjawab probelamtika permasalahan yang ada tersebut, dapat dilakukan upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan. Namun upaya tersebut dirasa belum mampu menjawab problem yang ada. Salah satu trobosan baru yang digadang-gandang akan di terapkan oleh Pemerintah Indonesia adalah konsep Omnibus Law.
Secara harfiah omnibus berarti “untuk segalanya”. Omnibus law adalah suatu rancangan undang-undang (bill) yang mencakup lebih dari satu sapek yang digabung menjadi satu undang-undang. Sementara dalam Black Law Dictionary disebutkan “A single bill containing various distinct matters. Drafted in this way to force the executive either to accept all the unrelated minor provisions or to veto the major provision. Omnibus bill is also a bill that deals with all proposals relating to a particular subject, such as an‘omnibus judgeship bill’covering allproposals for new judgeship or an‘omnibus crime bill’dealing with different subjects such as new crimes and grants to states for crime control”.
             Dalam konteks sejarah dan tradisi hukum common law, omnibus law dapat ditafsirkan sebagai iktisar reformasi perundang-undangan untuk merubah, menolak dan kemudian memunculkan norma hukum baru yang bertujuan untuk menegaskan norma-norma hukum sebelumnya dalam beberapa UU hanya lewat satu UU. Omnibus law dapat dianggap sebagai UU ‘sapu jagat’ yang dapat digunakan untuk mengganti beberapa norma hukum dalam beberapa UU. Praktek omnibus law pernah dilakukan oleh irlandia untuk melakukan perampingan peraturan perundangan yang dilakukan hanya lewat satu  UU omnibus mengahapus sekitar 3, 225 UU. Capaian Irlandia dianggap sebagai rekor dunia prakek omnibus lawKonsep Omnibus Law yang diterapkan di beberapa negara seperti amerika serikat, belgia, inggris, Canada, turkey, New Zealand, Australia, argentina, Belgium, chile, Estonia, finlad, Philippines dan masing banyak lagi. Dimana pada negara tersebut penerapan dari konsep omnibus law berbeda-beda pada pengimplikasiannya, dalam artian disini adalah menegai UU-nya.Terhadap konsep omnibus law memiliki beberapa keuntungan, yaitu, 1) pemerintah dan parlement tidak perlu merevisi undang-undang satu persatu, 2) skema omnibus law juga menciptakan efisinesi dan efektivitas, 3) skema ini berfungsi sebagai paying hukum (umbrella act). Namun dalam perkembangannya, praktek omnibus law dikritik seagai mekanisme hukum yang pragmatis dengan beberapa alasan sebagai berikut: Pertama, omnibus law mengganti dan merubah norma beberapa UU yang memiliki inisiatif politik yang berbeda. Dalam konsteks sistem parlementer yang paling sering digunakan oleh negara-negara common law, rancangan UU dapat disampaikan oleh partai-partau mayoritas/atau oleh partai oposisi. Konteks sistem pemerintahan inilah yang perlu dipertimbangkan, walaupun beberapa negara common law juga ada yang memilih bentuk negara republik dan sistem pemerintahan presidensil; dimana baik eksekutif (Presiden) maupun badan legislatif dapat mengajukan rancangan UU. Dengan dikeluarkannya UU omnibus, parlemen atau Lembaga legislatif tidak peka terhadap kompelsitas kepentingan dan aspirasi fraksi-fraksi yang telah menyusun dan mengkompromikan kepentingan-kepentingan dalam UU yang telah dihapus oleh UU omnibus. Oleh karena itu, omnibus law dianggap tidak demkoratis. Kedua, omnibus law dianggap tidak disusun secara sistematik karena dalam satu UU omnibus terdapat banyak subyek yang diatur. Beberapa negara yang disebut diatas juga mulai mengatur pentingnya UU yang hanya mengatur subyek dalam pembahasannya. Di amerika serikat sendiri, konstitusi negara-negara bagiannya sudah banyak yang mengatur tentang subyek dalam satu UU (The one subject at a time act). Dalam konteks Indonesia, sebenarnya konsep omnibus law juga pernah dipraktekan namun bukan dalam bentuk UU, melainkan dalam bentuk Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor 1/2003 yang mengatur banyak subyek norma hukum TAP MPR. Setidaknya ada 139 TAP MPR yang dicabut oleh TAP MPR No 1 Tahun 2003 dari periode tahun 1960 sampai dengan 2002. Namun perlu ditekankan perbedaan TAP MPR ‘Sapu Jagat’ dengan omnibus law, TAP MPR tersebut tidak memuat norma baru, hanya semata-mata menghapus dan memberi pertimbangan terhadap subsatansi TAP yang diatur.
              Terlepas dari apa yang telah diuraikan diatas sebelumnya, dengan mengingat akan sejarah dari omnibus law yang sering digunakan oleh negara-negara yang menganut system common law, maka apakah terhadap konsep omnibus law ini dapat diterapkan dalam system hukum Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan ini sebenarnya bisa-bisa saja karena dengan konsep tersebut dapat menjadi jawaban atas persoalan kompleksitas dan tumpeng tindih regulasi di indonesia, selain itu asal konsep tersebut dibuat secara jelas dan taat terhadap herarki aturan, serta menjamin kepastian hukum. Sebagaimana diketahui hukum selalu berkembang, oleh sebab itu terhadap paradigma sistem hukum di Indonesia pun juga berkembang dan tentunya perkembangan yang ada pun harus menuju arah yang lebih  baik sebagaimana fungsi dari hukum itu sendiri, begitupun dengan adanya konsep omnibus law, jika memang akan diterapkan maka harus dikaji secara mendalam agar mampu tercipta hukum yang baik.

Sumber :
Jurnal
Mirza Satria Buana, SH., MH., Ph.D, Menakar Konsep Omnibus Law Dan Consolidation Law Untuk          Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Indonesia: Pendekatan Perbandingan Hukum              Tata Negara, “Prosiding Konferensi Nasional hukum tata negara ke 4 “penataan regulasi di                     Indonesia”, UPT PENERBITAN UNEJ, 2017.
Firman Freaddy Busroh, Konseptualisasi Omnibus Law dalam Menyelesaikan Permasalahan                        Regulasi Pertanahan, Arena Hukum Volume 10 Nomor 2, STIHPADA Palembang, 2017.

Artikel
Yustinus Prastowo, Mujarabkah Omnibus Law sebagai Obat Lesu Ekonomi, Regulaion Tax                             Discussion, CITA (Center for Indonesia Taxation Analysis), 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar